Jumat, 04 Mei 2012

Menggabungkan Dunia Nyata dan Virtual dengan Teknologi Augmented Reality


  Mungkin kita sering melihat di film-film, dengan menggunakan kacamata khusus informasi dari benda yang dilihat atau profil dari orang yang ada di depan kita akan muncul di layar virtual yang ada di dalam kacamata tersebut. Sekarang, teknologi ini bukan lagi sekedar khayalan, karena dengan teknologi Augmented Reality (AR) hal tersebut dapat diwujudkan.
  "Tele Scouter" adalah nama produk NEC yang akan dipasarkan musim gugur tahun ini merupakan salah satu realisasi teknologi AR. Cara menggunakannya adalah dengan menempelkan alat ini ke kacamata, dan ketika pengguna melihat suatu benda maka informasi dari benda tersebut akan muncul secara virtual di layar kacamata tersebut. Nantinya alat ini akan diaplikasikan di pabrik, untuk membantu para pekerja memahami cara mengoperasikan suatu alat, dan jika terjadi suatu masalah pekerja dapat berkomunikasi dengan staff ahli langsung dengan menggunakan kacamata tersebut.
  Teknologi AR ini pun pernah digunakan untuk mendemonstrasikan sebuah stadion di Tokyo ketika diadakan pemilihan kota penyelenggara olimpiade musim panas tahun lalu. Dengan menggunakan proyektor 3 dimensi, desain stadion diarahkan ke sebuah tanah kosong sehingga seolah-olah disana telah berdiri sebuah stadion megah lengkap dengan peralatannya. Walaupun akhirnya Tokyo kalah dalam pemilihan tersebut, namun penggunaan teknologi ini mendapat apresiasi yang cukup tinggi.
  Penggunaan teknologi ini pun sekarang telah merambah ke dunia ponsel, salah satunya adalah iPhone. Dengan menggunakan aplikasi khusus, informasi dari suatu objek dapat muncul di layar ketika kamera ponsel kita arahkan ke benda tersebut. Misalnya ketika kita mengarahkan kamera ponsel ke suatu tempat keramaian, informasi yang muncul misalnya daftar menu makanan yang ada di restoran-restoran di sepanjang jalan tersebut, atau jadwal bis yang berhenti di halte yang ada di pinggir jalan, atau bahkan info SALE dan potongan harga toko-toko baju yang berderet di sepanjang jalan tersebut.

    Menurut Aihara Kenro, peneliti di National Institute of Informatics Japan, agar teknologi ini dapat diaplikasikan dengan baik, setidaknya diperlukan 3 syarat, yaitu:
1. Penentuan lokasi yang tepat
2. Kemampuan pengolahan data secara cepat dan realtime
3. Tampilan yang tidak menggangu gambar asli dan mudah dilihat oleh pengguna
Namun saat ini belum banyak ponsel yang dapat memenuhi syarat-syarat tersebut, sehingga penggunaannya pun masih sangat terbatas.
  Saat ini, untuk penggunaan di ponsel masih terdapat beberapa kendala, antara lain penentuan lokasi yang terkadang masih melenceng sehingga informasi yang disampaikan tidak tepat, ataupun tampilan layar yang tidak beraturan sehingga mengganggu objek asli. Selain itu penyebaran informasi-informasi yang bersifat pribadi, misalnya ”Disini adalah lokasi tempat tinggal keluarga Fulan, dengan nomor telepon sekian-sekian...”, masih menjadi masalah, terutama di Jepang yang aturan mengenai penyebaran informasi pribadinya sangat ketat.
  Harapannya, di kemudian hari ketika kemampuan ponsel dan sistem jaringan komunikasi semakin meningkat, teknologi ini dapat dinikmati seluruh pengguna di dunia, termasuk Indonesia.
*Penulis adalah mahasiswa Universitas Tohoku jurusan teknik elektro.

 

Bergaul dengan Baterai Litium-ion (Bagian 1)

Oleh Dedy Eka Priyanto*
Iphone yang menggunakan baterai litium-ionIphone yang menggunakan baterai litium-ion.
Dewasa ini baterai menjadi barang yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sehari-hari kita. HP, digital kamera, laptop, bahkan robot dan belakangan ini mobil hybrid, kesemuanya memerlukan baterai sebagai sumber penggerak. Harapan baterai untuk menjadi salah satu sumber energi masa depan, sangatlah tinggi.
Diantara banyak jenis baterai, baterai litium-ion lah yang mendapat perhatian utama. Selain memiliki daya yang tinggi, baterai ini ringan, dan bisa dipakai berkali-kali.
Bateri litium-ion tanpa cairan sebagai bahannya, pertama kali dikembangkan oleh ilmuwan Jepang, Yoshino Akira, yang memadukan karbon, litium dan polimer sebagai anoda. Dan di tahun 1991 untuk pertama kalinya baterai litium-ion diproduksi secara massal oleh Sony Corp berkerja sama dengan Asahi Kasei Corp. Sejak saat itu dan hingga saat ini, baterai litium-ion terus berkembang pesat terutama sebagai sumber energi pada hp dan komputer.
Seiring dengan perkembangan teknologi komputer, hp, dan belakangan ini mobil hybrid yang begitu cepat dan memerlukan daya yang tinggi, sehingga diperlukan baterai litium yang mampu menghasilkan energi lebih tinggi.
Selain itu, tentu kita masih ingat dengan peristiwa terbakarnya hp motorola yang menciderai pemiliknya. Sehingga tidak hanya energi yang tinggi, namun keamanan dan tentunya harga yang murah pun menjadi faktor yang sangat penting bagi pengembangan teknologi baterai litium-ion ini.

Prinsip kerja dari baterai Litium-ion
Pada tabel 1, memperlihatkan perbandingan 3 jenis baterai yang menjadi perhatian saat ini. Yaitu, fuel cells, baterai nikel-metal hydride dan baterai litium-ion. Terlihat pada table, ketiga jenis baterai ini sama-sama memanfaatkan reaksi redoks (reduksi dan oksidasi) pada kedua elektroda untuk menghasilkan listrik.
Fuel cells memanfaatkan reaksi antara hydrogen dan oksigen untuk menghasilkan listrik. Voltase yang dihasilkan, secara teoritis 1.23 V, namun pada kenyataannya hanya menghasilkan dibawah 1.0 V. Sedangkan baterai nikel-metal hydride, menggunakan material penyimpan hydrogen sebagai anoda, dan nikel hidroksida sebagai katoda. Baterai ini mampu menghasilkan 1.32 V.    
Tabel 1. Reaksi utama yang terjadi pada beberapa baterai (Chemistry Today 2009,463, pg 20)

Diantara ketiga jenis baterai ini, baterai litium-ion lah yang menghasilkan voltase tertinggi, 2 kali lipat dari yang dihasilkan baterai nickel-metal hydride. Baterai litium menggunakan komposit berstruktur layer, Litium Cobalt Oxide (LiCoO2), sebagai katoda, dan material karbon (dimana litium disisipkan diantara lapisan karbon) sebagai anoda.
Susunan struktur dari baterai litium-ion bisa dilihat di gambar 1. Baterai litium ion terdiri atas anoda, separator, elektrolit, dan katoda. Pada katoda dan anoda umumnya terdiri atas 2 bagian, yaitu bagian material aktif (tempat masuk-keluarnya ion litium) dan bagian pengumpul elektron (collector current).
Proses penghasilan listrik pada baterai litium-ion sebagai berikut: Jika anoda dan katoda dihubungkan, maka elektron mengalir dari anoda menuju katoda, bersamaan dengan itu arus listrik mengalir dengan arah sebaliknya. Pada bagian dalam baterai, terjadi proses pelepasan ion litium pada anoda, untuk kemudian ion tersebut berpindah menuju katoda melalui larutan elektrolit. Dan di katoda, bilangan oksidasi kobalt berubah dari 4 menjadi 3, karena masuknya elektron dan ion litium dari anoda. Sedangkan proses recharging/pengisian ulang, berkebalikan dengan proses ini
Dari berbagai banyak jenis logam, kenapa litium yang sangat menjanjikan untuk anoda? Litium memiliki nilai potensial standar paling negatif (-3.0 V), paling ringan (berat atom:6.94 g), sehingga bila dipakai untuk anoda dapat menghasilkan kapasitas energi yang tinggi.
Gambar 1. Struktur Baterai Litium-ion (Chemistry Today 2009, 463, pg 21, dengan perubahan)
Berikut ini cara menghitung nilai teori dari kepadatan energi yang dihasilkan oleh baterai litium ion. Jika menggunakan logam litium pada anoda, maka dari 1 kg logam litium dapat menghasil kapasitas energi per 1 kg massa sebesar (Coulumb/second = Ampere) :
Bila dikalikan dengan potensial standar litium (3 V), menjadi 11583 W h/kg (W=Watt, h=hours). Sedangkan bila menggunakan senyawa karbon sebagai anoda, dan dianggap satu unit grafit ( 6 atom karbon) mampu menampung 1 atom litium, maka setiap 1 kg anoda secara teori memiliki kepadatan energi 339 A h/kg.
Sama halnya dengan anoda, kapasitas energi pada katoda bisa dihitung dengan cara yang sama. Untuk LiCoO2, secara teori memiliki kepadatan energy 137 Ah/kg. Dengan mengetahui berat molekul dari material elektroda (disebut juga material aktif) dan setiap molekulnya berapa banyak elektron yang keluar masuk, nilai teori dari kepadatan energi dapat dihitung.
Karakteristik masing-masing bagian baterai litium ion
Anoda
Seperti yang sudah dijelaskan diawal, anoda terdiri dari 2 bagian yaitu bagian pengumpul elektron dan material aktif. Untuk bagian pengumpul elektron biasanya menggunakan lapisan film tembaga, selain stabil (tidak mudah larut), harganya pun murah. Sedangkan pada bagian material aktif, tidak menggunakan logam litium secara langsung, namun menggunakan material karbon (LiC6).
Hal ini dikarenakan, sulitnya mengkontrol reaksi litium pada permukaan elektroda bila memakai logam litium secara langsung. Material LiC6 adalah grafit dimana disetiap layer/lapisan disisipkan logam litium. Kepadatan energinya dari material ini berkisar 339~372 A h/kg.
Namun salah satu kelemahan utama pada material karbon ini, adalah terjadi irreversible capacity. Yaitu, jika baterai dialiri listrik dari luar untuk pertama kalinya dari keadaan kosong, maka ketika digunakan besar kapasitas/energi yang dilepas tidak sama ketika proses pengisian. Hal ini dikarenakan terbentuknya gas pada anoda, sehingga menghalangi pelepasan ion litium. Namun hal ini dapat dicegah dengan menambahkan zat adiktif seperti vinylene carbonate ke dalam larutan elektrolit [1].
Selain material karbon, material berbahan dasar silikon dan Sn merupakan kandidat besar untuk menjadi material anoda masa depan. Li4.4Si dilaporkan memiliki kepadatan energy 4140 A h/kg, 8 kali lipat lebih tinggi dibanding LiC6. Sedangkan Li4.4Sn memeliki kepadatan energy 992 A h/kg. Walaupun memiliki kepadatan energy yang tinggi, material ini memiliki siklus pemakaian yang sedikit (tidak bisa dipakai berulang-ulang) akibat dari perubahan volume material yang signifikan dan terjadinya perubahan fase. Dengan memadukan silikon-karbon, atau komposit silikon (campuran dengan Cu, Sn, Zn, dan Ti) dilaporkan dapat meningkatkan siklus pemakaian anoda [2-3].
Kunci dari pengembangan anoda ini adalah tidak hanya pada kepadatan energi yang tinggi namun juga siklus pemakaian (cyclability). Seperti Li4Ti5O12/C, walaupun hanya memiliki kepadatan energy 145 Ah/kg pada suhu 5C, namun bisa dipakai 500 kali siklus dengan kepadatan energy 142 Ah/kg dan menghasilkan potensial yang tinggi 1.5 V [4]. Ditambah dengan keamanan material ini yang tinggi, material ini bukan tidak mungkin dipakai sebagai anoda baterai litium-ion untuk mobil masa depan.

Bersambung...
*Mahasiswa program sarjana Teknik Kimia Proses, Universitas Kyoto
  Referensi
[1] D. Aurbach, K. Gamolsky, B. Markovsky, Y. Gofer, M. Schmidt, and U. Heider, Electrochim. Acta 2002, 47, 1423-1439
[2] H. Kim, B. Han, J. Choo, and J. Cho, Angew. Chem. Int. Ed. 2008, 47, 10151 –10154
[3] W. M Zhang, J. S Hu, Y. G Guo, S.F Zheng, L.S Zhong, W.G.S, and L.J Wan, Adv. Mater. 2008, 20, 1160–1165
[4] J. Huang, Z. Jiyang, Electrochim. Acta 2008, 53, 7756-7759

 

Dr. Warsito, Sang Penemu ECVT yang Menggemparkan Dunia Riset Tomografi

Robot itu bernama Sona CT x001. Di sebuah jendela ruko di perumahan Modernland, Tangerang, robot yang dibekali dua lengan itu sedang memindai tabung gas sepanjang 2 meter. Di bagian atas robot, layar laptop menampilkan grafik hasil pemindaian. Selasa dua pekan lalu itu, Sona—buatan Ctech Labs (Center for Tomography Research Laboratory) Edwar Technology—sedang diuji coba. Alat ini sudah dipesan PT Citra Nusa Gemilang, pemasok tabung gas bagi bus Transjakarta. “Di dalam ruko tidak ada tempat lagi untuk menyimpan Sona dan udaranya panas,” kata Dr Warsito P. Taruno, pendiri dan pemilik Edwar Technology.

Sona harus berada di ruangan yang suhunya di bawah 40 derajat Celsius. Perusahaan migas Petronas, kata Warsito, tertarik kepada alat buatannya. Kini mereka masih dalam tahap negosiasi harga dengan perusahaan raksasa milik pemerintah Malaysia tersebut. Selain Sona, Edwar Technology mendapat pesanan dari Departemen Energi Amerika Serikat. Nilai pesanan lumayan besar, US$ 1 juta atau sekitar Rp 10 miliar.

Bahkan Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun memakai teknologi pemindai atau Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) temuan Warsito. Lembaga ini mengembangkan sistem pemindai komponen dielektrik seperti embun yang menempel di dinding luar pesawat ulang-alik yang terbuat dari bahan keramik. Zat seperti itu bisa mengakibatkan kerusakan parah pada saat peluncuran karena perubahan suhu dan tekanan tinggi.

ECVT adalah satu-satunya teknologi yang mampu melakukan pemindaian dari dalam dinding ke luar dinding seperti pada pesawat ulang-alik. Teknologi ECVT bermula dari tugas akhir Warsito ketika menjadi mahasiswa S-1 di Fakultas Teknik Jurusan Teknik Kimia, Universitas Shizuoka, Jepang, tahun 1991. Ketika itu pria kelahiran Solo pada 1967 ini ingin membuat teknologi yang mampu “melihat” tembus dinding reaktor yang terbuat dari baja atau obyek yang opaque (tak tembus cahaya). Dia lantas melakukan riset di Laboratorium of Molecular Transport di bawah bimbingan Profesor Shigeo Uchida.
Warsito mengakui teknologi yangkemudian disebut tomografi kedengarannya seperti dongeng fiksi ilmiah. “Tapi, karena tantangan itu riil, saya merasa terpacu menghadapinya secara riil juga,” katanya. Warsito kemudian meneruskan S-2 mengambil jurusan teknik kimia, berlanjut ke S-3 jurusan teknik elektronika di Universitas Shizuoka. Tesis dan disertasinya tetap mengenai teknologi tomografi.

Hounsfield dan Cormack memang yang pertama kali mengembangkan teknologi ini. Namun, basisnya sinar-X. Pada 1979, kedua ilmuwan ini mendapatkan Hadiah Nobel untuk Bidang Kedokteran. Temuan Warsito lebih canggih lagi karena basisnya dengan gelombang suara. Alhasil, tingkah laku zat cair, gas, dan padat di dalam reaktor tertutup yang tadinya tidak bisa dilihat dengan mata menjadi “kelihatan”. Teknologi ini, kata Warsito, boleh disebut tahap lanjut dari teknologi kelelawar, yang mampu “melihat dalam gelap” secara satu dimensi.

Profesor Liang Shih Fan dari Ohio State University, Amerika Serikat, mengajak Warsito mengikuti program pasca doktoral pada 1999. Dia menerima tawaran itu. Maklum, tidak ada lembaga di Jepang yang bersedia menampungnya. Situasi Indonesia yang ketika itu kacau-balau mempengaruhinya untuk tidak kembali ke Tanah Air.

Dia berhasil mengembangkan tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis. Metode yang mengkombinasikan cara kerja otak manusia dan teori probabilitas ini dipatenkan di Amerika pada 2003. Paper yang menjelaskannya dimuat di jurnal Measurement Science and Technology.

Pada 2001, artikel ini menjadi paper yang paling banyak diakses di penerbitan online oleh Institute of Physics (London). Liang Shih Fan, ahli di bidang teknologi partikel, perminyakan, dan energi, kemudian menantangnya membuat teknologi “melihat tembus” ruang 4 dimensi. Hingga pertengahan 2003, Warsito tidak menemukan jawabannya.

Dia sempat frustrasi dan kembali ke Indonesia untuk memperpanjang visa. Keinginan mendidik anaknya di Tanah Air menjadi salah satu alasan dia tidak memperpanjang kontrak dengan Ohio State University. Namun, Warsito tetap melanjutkan risetnya dari sebuah ruko sewaan di Tangerang. Dia menjual mobil satu-satunya untuk membeli perlengkapan komputer dan Internet serta membuat warnet di lantai bawah ruko. Usaha yang dikelola istri dan adiknya ini untuk menutupi biaya operasional. Upayanya berhasil untuk “melihat tembus secara 4 dimensi”. Pada 2005, IEEE Sensors Journal memuat artikelnya berjudul “Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT)”. Sejak itu, teknologi ini menghiasi sesi plenary lecture di hampir seluruh konferensi ternama di dunia di bidang proses kimia, fluidisasi, mekanika fluida multifasa, energi, teknologi partikel, dan tomografi industri.

Di antaranya Kongres Dunia Tomografi Proses Industri, Aizu, Jepang (2005); Kongres Dunia Teknik Kimia dan Kongres Dunia Teknologi Partikel di Florida (2006); serta Pertemuan Tokoh 100 Tahun Ilmuwan Teknik Kimia yang Paling Berpengaruh di Abad ke-20 di Philadelphia (2008).

Aplikasi dari temuan Warsito sejatinya dapat diterapkan untuk sektor kesehatan (alat-alat kesehatan), geofisik, NDT (uji tanpa rusak), dan proses industri. Sayangnya, tak ada investor dalam negeri yang bersedia membiayai risetnya. Lembaga pemerintah juga tak meliriknya. Liang Shih Fan dan Ohio State University kemudian menawarkan bantuan. Di Amerika Serikat terbentuk perusahaan yang menang tender dari departemen energi setempat.

Di Indonesia, Warsito mengibarkan bendera dengan nama Ctech Labs (Center for Tomography Research Laboratory) Edwar Technology. Nama terakhir merupakan singkatan dari Edi dan Warsito. “Biar kelihatan keren,” kata Warsito, yang menjabat Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia. Edi merupakan sahabatnya ketika sama-sama kuliah program doktor di Jepang. Di perusahaan ini, Edi mengurusi divisi pengembangan bisnis.
Huruf C pada Ctech Labs, kata Warsito, bermakna melihat. Namun, bisa juga dibaca dalam bahasa Indonesia sebagai “sitek atau sito”. Ini merupakan nama panggilan Warsito ketika masih kecil. Sampai saat ini, ibunya memanggilnya Sito. Usahanya mulai berkibar. Jumat pekan lalu, Warsito mendapatkan anugerah Ahmad Bakrie Award untuk kategori teknologi. Sejak tahun lalu, Warsito merekrut 20 mahasiswa strata satu untuk menyelesaikan skripsi atau tugas akhir. Ada yang mengembangkan tomografi untuk USG dan sensor untuk mengetahui kandungan migas. Salah seorang mahasiswa tersebut membantunya membuat Sona CT x001. “Saya beri target skripsinya masuk di jurnal internasional atau dapat paten,” ujarnya.
sumber : http://www.tempointeraktif.com
 

Dari Jepang Menguasai Dunia dengan Teknologi Efek Visual

Oleh : Rodiyan Gibran Sentanu *
 Bagi para penggemar film fiksi Hollywood, pasti sudah tidak asing lagi dengan judul film The Day After Tomorrow, 2012, X-Men, Pirates of The Caribbean. Film-film ini adalah film yang menggunakan teknologi grafis komputer sebagai penunjang utama cerita. Tapi pernahkah kita membayangkan bagaimana proses pembuatannya? Berapa biaya, waktu, serta tenaga yang diperlukan untuk menyelesaikannya? Sayangnya, hal-hal seperti ini tidak banyak yang tahu. Kebanyakan dari kita hanya menjadi penikmat cerita atau keindahan gambar dari film-film yang ada. Kita hanya tahu kalau film-film tersebut dibuat dengan komputer, tanpa mengetahui lebih jauh.
 Seorang warga Negara Jepang yang bernama Ryo Sakaguchi adalah salah satu di antara para ahli komputer grafis (visual effect). Ia adalah pemenang Science and Engineering Award, salah satu bagian dalam Academy Award, pada tahun 2008. Ia bersama 2 rekan lainnya berhasil menciptakan animasi air terjun berskala besar. Animasi ini pun digunakan di dalam film Pirates of The Caribbean, ketika Kapal Black Pearl berlayar melewati  ujung dunia. Kuncinya ternyata mudah, “Air terjun yang besar sebenarnya merupakan gabungan dari sekian banyak air terjun kecil”, ungkap Ryo Sakaguchi. Teknik ini cukup menggemparkan dunia animasi maupun dunia ilmu pengetahuan. Karena, cara konvensional dalam mempelajari aliran air terjun biasanya menggunakan teori Dinamika Fluida (流体力学) dan semakin besar air terjun, semakin banyak pula rumus yang harus digunakan. Tapi, hanya dalam waktu 3 bulan, Ryo Sakaguchi berhasil menemukan ciri khas dari air terjun raksasa melalui analisis berbagai video air terjun.
 Pada awalnya, Ryo Sakaguchi hanyalah seorang mahasiswa biasa di universitas di Jepang. Hingga pada suatu saat, ia tertarik dengan teknologi animasi pada film. Akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dari universitas di tahun ke-3, dan masuk ke sekolah kejuruan teknologi animasi komputer. Setelah lulus dalam 2 tahun, ia memberanikan diri melangkah ke Amerika, dan bergabung di salah satu perusahaan animasi computer terbesar di Amerika, Digital Domain.
 Dalam 3 tahun pertama, dengan kemampuan yang biasa-biasa saja, Ryo Sakaguchi tidak begitu banyak mendapat pekerjaan. Kehidupan sehari-harinya lebih banyak diisi dengan bersantai, tanpa jelas tujuannya. Namun, ada 1 kebiasaannya sebelum berangkat bekerja. Ia selalu mampir sejenak ke pinggir pantai yang terletak di antara apartemen dan tempatnya bekerja. Di sinilah ia mendapatkan tujuan hidupnya kembali.
 Ketika itu, ia melihat gerakan ombak. Gerakan inilah yang sampai sekarang masih belum bisa dibuat animasinya secara sempurna. Akhirnya, sejak saat itu ia memutuskan untuk menjadi orang pertama yang bisa membuat gerakan air secara sempurna.
 Tapi, di sini permasalahan muncul. Untuk bisa memahami gerakan air, kita harus menguasai ilmu Dinamika Fluida (流体力学). Karena itu, Ryo Sakaguchi mengumpulkan berbagai macam jurnal yang berhubungan dengan gerakan air di alam. Lalu ketika ia mulai membaca, halaman pertama ia bertemu dengan rumus vektor.  Karena sejak SMP ia tidak menyukai matematika, ia tidak bisa memahami maksud dari rumus vektor tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk memesan buku-buku pelajaran matematika dan fisika dari Jepang. Untuk memahami jurnal, ia harus memahami pelajaran tingkat universitas. Untuk memahami tingkat universitas, ia harus paham pelajaran di SMA. Kemudian untuk memahami pelajaran SMA, ia harus memahami pelajaran di SMP. Akhirnya ia memutuskan untuk mempelajari matematika dan fisika dari SMP, hingga universitas. Untuk itu, ia pun memesan buku pelajaran dari SMP hingga kuliah dari Jepang. Dengan semangat tinggi, ia menghabiskan waktu 3 tahun, dengan sambil tetap bekerja. Benar-benar perjuangan berat yang tidak bisa dicapai tanpa kemampuan konsentrasi dan semangat yang tinggi.
 Dari kerja kerasnya 3 tahun inilah, Ryo Sakaguchi mulai memahami gerakan air, dan pada tahun lalu berhasil mendapatkan Academy Award atas animasi air terjun raksasanya.
 Pertanyaan selanjutnya adalah, sudahkah kita memiliki cita-cita? Sudahkah kita memiliki “goal” dalam diri kita? Sampai sejauh mana kita siap berkorban demi cita-cita kita itu? Sudahkah kita memanfaatkan nikmat Allah SWT yang mengizinkan kita belajar di Jepang?
 Jawabannya, hanya diri kita dan Allah SWT yang mengetahui. Semoga bisa menjadi penyemangat dalam mengejar cita-cita kita.

* Pelajar Yuge National College of Maritime Technology
 

Terompah Bilal dan Teknologi Biometrik Gait

Oleh: M. Rasyid Aqmar*
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, Bahwasanya Nabi shollallaahu alaihi wa sallam pernah bersabda kepada Bilal selepas sholat subuh : “Ceritakan kepada saya satu amalan yang paling engkau andalkan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar suara terompahmu berada di pintu surga”, Bilal berkata : “Setiap saya berwudhu, kapan pun itu, baik siang maupun malam, saya selalu melakukan sholat dengan wudhu tersebut” (HR. Al-Bukhari)

Keutamaan amal Bilal ra. yang selalu melaksanakan shalat setelah berwudhu mungkin sudah sangat familiar bagi kita. Namun penggalan hadits di mana suara terompah yang Rasulullah saw kenali sebagai terompah atau langkah kaki bilal mungkin tidak banyak yang mengaitkannya dengan topik teknologi. Terlepas dari apakah karena kekhasan terompah Bilal, atau memang irama langkah kaki bilal yang unik, Rasulullah saw mengenali petunjuk yang beliau dengar tersebut dan mengidentifikasinya sebagai sesuatu yang "dimiliki" oleh Bilal. Identifikasi tersebut selain menunjukkan betapa dekatnya Rasul dengan para sahabatnya, juga menunjukkan kemungkinan bahwa  langkah manusia bisa menjadi petunjuk tentang siapakah identitas orang yang berjalan.

Pada masa sekarang ini, pengenalan/ identifikasi tersebut akan menjadi menarik jika sebuah mesin/komputer yang melakukannya. Teknologi yang mempelajari bagaimana agar unsur yang melekat pada manusia bisa dikenali sebagai identitas manusia itu sendiri disebut dengan biometrik. Teknologi identifikasi berkembang melalui kreasi yang berbasis filosofi tradisional, yakni "what you have" seperti kunci rumah (pemegangnya berarti "pemilik"nya), kartu pengenal seperti KTP, SIM, dsb,  atau dengan filosofi  "what you know" seperti mengingat password email atau pin ATM, dan akhirnya biometrik muncul dengan filosofi "what you are", seperti sidik jari, suara, wajah, dsb, sejalan dengan berkembangnya juga masalah dan kebutuhan pengamanan/sekuriti yang semakin besar.
Salah satu teknologi biometrik terbaru yang muncul pada akhir tahun 90-an dan awal 00-an, adalah teknologi biometrik yang berbasis pada cara berjalan manusia. Penelitian berbasis psikofisika yang mengungkapkan bahwa cara berjalan manusia memang bisa dikenali dimulai pada tahun 70-an (Johansson et al., 1975), di mana percobaan dilakukan dengan menggunakan ruangan gelap dan bola lampu yang ditempelkan pada subjek manusia dan subjek tersebut diminta untuk berjalan di ruangan tersebut. Lalu seseorang yang lain diminta untuk mengenali siapakah atau gender apakah yang berjalan tersebut. Hasilnya diketahui bahwa memang sebagian besar identitas orang bisa dikenali berdasarkan petunjuk gerakan bola lampu di tubuh manusia yang berjalan.
 
Gambar 1. Sistem gait recognition secara garis besar (image courtesy: www.scholarpedia.org)
Memasuki milenium baru, penelitian terkait dengan cara berjalan (yang selanjutnya disebut dengan gait), mulai memasuki dunia ilmu komputer. Penelitian berbasis gait ini mendapatkan perhatian yang cukup besar karena gait memiliki beberapa keuntungan yang tidak dimiliki oleh unsur biometrik lain. Yang pertama, gait tidak perlu menyentuh sensor secara langsung. Yang kedua, gait dapat di"tangkap" dari jarak jauh. Yang ketiga, untuk "menangkap" gait, tidak diperlukan kamera video (sebagai sensor) yang memiliki resolusi tinggi. Tujuan dari aplikasi biometrik gait ini diantaranya adalah pengawasan dan sekuriti (surveillance and security), pencegahan kejahatan atau terorisme, dan juga kesehatan (identifikasi jenis penyakit dari abnormalitas cara berjalan).

Fitur/unsur mendasar yang pada umumnya digunakan para peneliti di bidang ini adalah citra siluet (hitam putih, atau nilai pixel nol dan satu untuk citra biner) manusia yang dihasilkan setelah mensubtraksi citra asli dengan citra latar belakang (yang bisa dihasilkan dari teknik pemodelan tertentu atau memang sudah given). Lalu citra siluet ini biasanya diproses kembali untuk memproduksi fitur yang lebih baik sehingga diskriminasi antar subjek dapat jauh lebih ditingkatkan. Untuk menguji apakah algoritma yang dikembangkan cukup robust, maka data gait itu sendiri divariasikan dalam berbagai kondisi lingkungan yang berbeda (sudut pengambilan kamera, sepatu, permukaan jalan, kecepatan berjalan, dsb).

Berbagai algoritma dikembangkan, dan beberapa yang paling menjanjikan adalah fitur berbasis frekuensi dan korelasi (Kale et al. 2003, Kobayashi et al. 2009). Selain fitur, tentunya diperlukan juga sebuah teknik klasifikasi yang powerful. Karena gait merupakan data yang sekuensial, maka teknologi yang paling menjanjikan adalah teknologi yang dapat beradaptasi dengan variasi waktu dalam sekuens tersebut. Salah satu teknik yang juga populer dalam dunia penelitian speech recognition adalah hidden Markov model (Sundaresan et al. 2003). Namun demikian, teknologi yang dikembangkan saat ini masih dalam jumlah data subjek dan variasi lingkungan yang terbatas.

Demikianlah uraian singkat perkembangan teknologi biometrik gait yang tengah berkembang saat ini, di mana Allah SWT mengindikasikan dalam ayatNya, bahwa tiada ciptaanNya yang sia-sia, termasuk cara berjalan kita sebagai manusia. Di lain sisi, kisah 14 abad yang lalu tentang suara terompah Bilal di surga ternyata memiliki hikmah yang sangat berhubungan dengan teknologi biometrik berbasis cara berjalan manusia yang tengah dikembangkan pada masa sekarang.
Maha Besar ALLAH atas rahasia-rahasia alam yang IA ciptakan.
Wallaahu a'lam bishshowab.
*Penulis adalah mahasiswa program Doktoral tahun pertama di Tokyo Institute of Technology, department of Computer Science

Tidak ada komentar:

Posting Komentar